Blogger Widgets

LAGU BLOG

BAB I


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR  BELAKANG MASALAH
Perkembangan pendidikan memang sungguh baik seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi (IPTEK). Sejalan dengan hal itu  bangsa Indonesia tetap berupaya untuk mereformasi berbagai sektor pembangunan baik secara fisik maupun nonfisik, pembangunan yang bersifat material maupun spritual. Salah satu sektor yang paling penting diperhatikan dalam hal ini adalah peningkatan kualitas pendidikan melalui berbagai bidang, termasuk didalamnya melalui sektor agama. Dengan demikian keinginan bersama untuk mengubah suatu bangsa kearah yang lebih baik dapat diupayakan.
Sejalan dengan itu, rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sekolah merupakan salah satu wadah pendidikan yang berperan penting untuk melaksanakan perubahan tersebut. Sehingga sekolah harus menyambut baik segala bentuk pembaharuan yang mengarah kepada peningkatan sumber daya manusia. Dimana sekolah dapat dijadikan lingkungan pendidikan sekunder. Sehingga sekolah diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga pendidikan. Artinya sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (Sarlito warawan sarwono, 2005: 124).
Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999) dianggap sebagi masa topan badai dan stres (storn and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau berkembang dengan baik, maka Ia akan menjadi seorang individu yang memilik rasa tanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik. Usia remaja antara 12 sampai 23 tahun.
Jadi, remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat Erikson, maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self-identity). Menurut Thornburg (1982) masa remaja terbagi 3 tahap, yaitu
a.       Remaja awal (usia 13-14 tahun) umumnya telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP),
b.      Remaja tengah (usia 15-17 tahun ) umumnya telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah atas (SMU),
c.       Remaja akhir (usia 18-21tahun) umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.
Kehidupan remaja Kristen tidak terlepas dari banyak masalah yang berkaitan dengan seksualitas. Namun sebagai anak remaja Kristen yang memiliki pendidikan yang cukup dan pengetahuan tentang agama Kristen. Dimana remaja mampu untuk mencatat dan mengumpulkan kebenaran-kebenaran fundamentil (hakekat) tertentu. Dan masa ini dapat diletakkan dasar yang kuat untuk pembentukan watak (J.L.Ch Abineno, 1980: 42).
Maka pemahaman yang dimiliki mengenai seksualitas harus berlandaskan pada aturan yang terdapat pada Alkitab serta prosesnya berlangsung secara terus menerus. Hal ini sejalan dengan pendapat Herbert J. Miles dalam buku Sebelum Menikah Fahami Dulu Seks (2001 : 21) Pemahaman seksualitas merupakan proses terus menerus yang berlangsung sejak anak bertanya tentang seks sampai menikah.
Pemahaman seksualitas memang Alkitabiah. Dimana Alkitab mengatakan pemahaman tentang tubuh. Tubuh dianggap sebagai bait suci Roh Kudus dan tempat diamnya Firman Ilahi yang telah menjadi daging (bnd 1 Kor 6:19). Pemahaman ini mengajak perempuan dan laki-laki untuk menyatakan betapa diberkati dirinya sebagai ciptaan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Teologi kita seharusnya merangkul seksualitas sebagai bagian dari ciptaan yang indah dan mencerminkan gambar Allah yang ada di antara kita (Kejadian 1:27). Tetapi menurut Sarlito Wirawan Sarwono dalam buku Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja (1981:20), remaja hanya memberi arti seksualitas dalam pemahaman sempit yaitu :
1. Pengetahuan tentang alat kelamin
2. Cara bersenggama
3. Cara berpacaran
4. Cara memikat hati pria/wanita

Seksualitas juga memiliki arti yang sempit. Artinya ialah hubungan seksuil yang langsung (persetubuhan) dari suami dan istri. Hubungan ini dikehendaki oleh Tuhan. Tetapi manusia yang berdosa menyalahgunakan untuk kepentingan sendiri. Dan dengan itu ia merendahkannya menjadi “alat pemuas nafsu” (J.L.Ch Abineno, 1980: 14). 
Berdasarkan pemahaman diatas para kaum remaja Kristen tentu diperhadapkan dengan tantangan yang sulit, agar mampu mendapat suatu  pemahaman seksualitas yang  sehat, sehingga dalam kehidupan sehari-hari mampu menopang prinsip-prinsip seksualitas yang dikandung dalam Alkitab. Yang secara sederhana remaja Kristen mampu memahami kemurnian dan kekudusan seksualitas serta mematikan segala hal yang duniawi (Kolose3:5).  Dan sebagai rambu-rambu yang membatasi, maka sebagai pribadi kita perlu menjauhkan diri dari semua sikap dan keinginan melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ransangan seksual baik bagi diri sendiri maupun pasangannya (Mat 5: 27-28). 
Oleh karena itu perlu adanya orang-orang yang terpanggil serta penuh perhatian dalam mengajari nilai-nilai dan aturan yang mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah kepada remaja Kristen berkenaan dengan pemahaman seksualitas. Guru PAK harus mampu melihat dampak yang membawa pemahaman yang salah tentang seksualitas kepada hal-hal yang menyimpang serta menimbulkan berbagai masalah yang tidak diharapkan, terutama dalam kaitanya menghancurkan nilai-nilai Kristiani dilingkungan masyarakat. Sebagai contoh: kerohanian dan prestasi Siswa/I yang menurun, pemahaman seksualitas yang tidak sehat, seks bebas atau perjinahan, dan aborsi. Maka seorang guru PAK diupayakan untuk mengurangi bentuk-bentuk penyimpangan tersebut.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaisser (Kaiser Family Foundation, dalam Santrock,1998). Hal yang mendorong hubungan seks di luar pernikahan adalah kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apapun orang yang taat beragama selalu dapat menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa semakin rendah tingkat pendidikan dan pemahaman kebenaran Alkitab, maka semakin rendah pula pemahaman seksualitas berdasarkan pemikiran yang sehat. Hal ini juga termasuk pada pemahaman remaja akan seksulaitas dalam batasan yang sehat. Dengan demikian guru PAK memiliki kapasitas yang cukup luas untuk mengembangkan pemahaman seksualitas berdasarkan nilai Kristiani yang diterima oleh masyarakat dan memuliakan Tuhan. Sehingga guru yang baik akan mengupayakan banyak hal, termasuk tetap belajar dan mengajarankan secara terus menerus kepada seluruh anak didiknya.
Tentu saja seorang guru PAK diupayakan mempunyai syarat yang baik. Syarat yang baik sejalan dengan pendapat Homrighausen (2011:164), yakni mampu berperan menjadi gembala, menjadi pedoman, dan menjadi penginjil. Yang kerinduan hatinya mengupayakan para peserta didik, agar mampu memiliki pemahaman seksualitas. Serta berkembang dengan matang dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan sekolah, gereja, atau tempat tinggalnya. Untuk itu Guru PAK memiliki peranan penting serta tanggungjawab tersendiri, dimana guru PAK terpanggil untuk mampu membagikan kebenaran Firman Tuhan kepada generasi muda, khususnya remaja Kristen. Tetapi panggilan dari luar itu harus disertai oleh rasa panggilan dari dalam. Panggilan itu perlu didengar dan dijawab oleh kita masing-masing di dalam batin kita sendiri. Karena  panggilan adalah konsep keagamaan yang dalam tradisi Alkitab dan gerejawi dikaitkan dengan tugas dalam lingkungan. Jadi, panggilan dan tugas merupakan dua unsur pokok dalam ide panggilan itu.
Pendidikan agama Kristen merupakan mata pelajaran yang dianggap penting oleh masyarakat termasuk sekolah. Karena keadaan moral remaja Kristen secara umum yang sepatutnya harus stabil dan bertumbuh dengan baik. Sehingga Pendidikan Agama Kristen merupakan bentuk  pembelajaran yang membuka hal-hal baik yang terkandung dalam Firman Tuhan, sehingga tiap individu atau kelompok mempunyai daya perubahan yang utuh dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan. Bukan hanya pengetahuan saja tetapi sikap dalam menjalani kehidupannya terutama dalam mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat. Perubahan tersebut menyeimbangkan pengetahuan dan pengenalan yang mempunyai potensi maksimal, untuk memahami seksualitas dan melakukan segala sesuatu yang bermanfaat bagi sesama. Harapan selanjutnya,  remaja Kristen mampu menjadi teladan sebagai laki-laki dan sebagai perempuan yang berlandaskan kasih Tuhan. Hal ini sejalan degan pendapat  Carolyn Holderread Heggen(2008: 229), untuk membangun perilaku seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja adalah meniru teladan Kristus sendiri, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Melalui pengamatan sementara dilapangan penulis masih melihat, Guru PAK belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai seksualitas, sehingga Siswa/I kurang mengetahui bagaimana pemahaman seksualitas yang sehat  didalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Ini ditandai dengan minat yang besar dari Siswa/I di SMK 1 YP HKBP Pematangsiantar, yang cenderung bertanya mengenai  Nafsu,  Keinginan daging dan Seks pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan pemahaman diatas, maka dibuatlah suatu judul penelitian tentang Peranan Guru PAK Untuk Mengembangkan Pemahaman Seksualitas Yang Sehat Dalam Kehidupan Remaja.

B.     RUANG  LINGKUP  MASALAH
Ruang lingkup adalah luasnya subyek yang tercakap dalam penelitian. Untuk mencapai objek yang diteliti. Dengan demikian perlu adanya ruang lingkup masalah yang akan dibahas agar tepat ke arah penelitian. Adapun sasaran dalam penelitian ini adalah masalah yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Artinya dalam setiap penulisan ilmiah, perlu diadakan ruang lingkup agar jangan terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap objek yang diteliti.
Berorientasi pada latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan ruang lingkup masalah yang merupakan titik tolak di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: Peranan Guruk PAK untuk Mengembangkan Pemahaman Seksualitas yang Sehat dalam Kehidupan Remaja, yang dapat dilihat dari dua variabel, yaitu:


a.)    Peranan Guru PAK (Variabel Bebas)
Adapun peranan Guru PAK yang menurut Homrighausen (2011:164) adalah sebagai berikut:
1.        Guru sebagai gembala
Guru yang bertanggungjawab atas muridnya dan wajib membina serta memajukan hidup rohani mereka. Sebab itu seharusnyalah seorang guru mengenal tiap-tiap muridnya; bukan namanya saja, melainkan latar belakang dan pribadinya  juga. Ia harus mencintai mereka dan mendoakan mereka masing-masing di depan takhta Tuhan.
2.        Guru sebagai pedoman/pemimpin
Guru sebagai pedoman/pemimpin tidak boleh menuntut muridnya masuk kedalam kepercayaan Kristen dengan paksaan, melainkan Ia harus membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut kepada jurusselamat dunia. Sebab itu hendaklah Ia menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus; hendaklah Ia mencerminkan Roh Kristus dalam seluruh pribadinya.
3.        Guru sebagai penginjil
Guru yang bertanggungjawab atas penyerahan diri setiap orang pelajarnya kepada Yesus Kristus. Belum cukup jika Ia menyampaikan kepada mereka segala pengetahuan tentang Kristus. Tujuan pengajaran itu ialah supaya mereka sungguh-sungguh menjadi murid-murid Tuhan Yesus, yang rajin dan setia. Guru tak boleh merasa puas sebelum anak didiknya menjadi remaja Kristen yang sejati.


b.)     Pemahaman Seksualitas Yang Sehat (Variabel Terikat)
Menurut Carolyn Holderread Heggen  (dalam Pelecehan Seksual dalam Keluarga Kristen dan Gereja, 2008: 224) menjelaskan bahwa pemahaman seksualitas yang sehat ialah “ adanya pemahaman teologis-alkitabiah mengenai tubuh dan seksualitas akan memberi dasar yang kuat bagi remaja Kristen, sehingga menolong mereka untuk membangun perilaku dan tindakan seksual yang sehat”.
Ketiga hal tersebut ialah:
1.        Seksualitas merupakan hal penting dalam kehidupan bersama
Sebagai seorang Kristen diwajibkan  menghargai dan memahami tubuh sebagai makhluk seksual yang dipanggil bersama hubungan spritual dalam kehidupan remaja. Maka para pribadi ditolong untuk menyatakan seksualitas mereka sebagai bagian penting dan mendasar  bagi diri mereka sebagai manusia dalam kehidupan bersama. Dengan demikian, perilaku dan tindakan seksual dimungkinkan berada dalam tanggungjawab dan aturan Roh Kudus serta orang percaya lainnya.
2.        Budaya seksual mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah
Budaya yang  mengintegrasikan seks ke dalam kehidupan manusia secara utuh, sehingga harus dilihat dalam konteks pertimbangan spritual dan moral. Dan tidak menerima model masyarakat yang beranggapan adalah wajar bagi manusia untuk mencari kepuasan atas hasrat dan nafsu seksual mereka. Dengan kata lain kebutuhan akan seks sama pentingnya dengan kebutuhan untuk bernapas, makan, dan air. Anggapan ini tentunya tidak mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah.


3.        Teladan menjadi perempuan dan laki-laki
Untuk membangun perilaku seks yang sehat dalam kehidupan remaja adalah meniru teladan Kristus sendiri, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Anak laki-laki perlu melihat laki-laki dewasa mengungkapkan kasih sayang dan kelembutannya dalam hubungannya dengan sesama tanpa melibatkan seksualitas. Kepada remaja perempuan bahwa mereka harus patuh, pasif, jinak, dan tergantung. Dengan demikian baik laki-laki maupun perempuan harus mengupayakan hubungan yang mencerminkan ketergantungan yang saling menguntungkan, setara, dan saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan seperti tergambar dalam penciptaan di Kitab Kejadian sebagaimana kehendak Allah bagi hubungan antara-manusia.
C.    RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan pada uraian ruang lingkup diatas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut:
a.)      Masalah umum
Sejauhmana peranan guru PAK untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja di SMK 1 YP HKBP Pematangsiantar.
b.)     Masalah khusus
1.        Sejauhmana peranan guru PAK sebagai gembala untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
2.        Sejauhmana peranan guru PAK sebagai pedoman untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
3.        Sejauhmana peranan guru PAK sebagai penginjil untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
D.    TUJUAN  PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
a.        Tujuan umum
Untuk mengetahui sejauhmana peranan guru PAK untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja di SMK 1 YP HKBP Pematangsiantar.
b.        Tujuan khusus
1.        Untuk  mengetahui sejauhmana peranan guru PAK sebagai gembala untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
2.        Untuk  mengetahui sejauhmana peranan guru PAK sebagai pedoman untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
3.        Untuk mengetahui sejauhmana peranan guru PAK sebagai penginjil untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
E.     MANFAAT  PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari judul penelitian ini adalah:
1.        Untuk menambah wawasan tentang peranan Guru PAK untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat di tengah-tengah masyarakat
2.        Sebagai bahan masukan bagi sekolah yang akan menjadi tempat penelitian judul ini, yakni SMK 1 YP HKBP Pematangsiantar
3.        Memberikan tambahan kelengkapan bahan bacaan di perpustakaan FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar