BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis ini akan membahas
defenisi-defenisi yang berhubungan dengan variabel
bebas dengan variabel terikat menurut
teori-teori para ahli. Sesuai dengan Peranan Guru PAK untuk Mengembangkan Pemahaman Seksualitas yang Sehat dalam Kehidupan Remaja, tentunya yang ada
hubungan dengan masalah penelitian, yang meliputi:
1. Mengembangkan
Mengembangkan adalah membuka atau memekarkan; membentangkan; meluaskan; menjadikan besar,
luas, merata (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2006 : 556).
2. Seksualitas
Seksualitas adalah ciri-ciri kelaki-lakian atau keperempuanan individu secara menyeluruh,
tetapi juga mencakup totalitas organisme seksual (William E.Hulme, 2004:124).
3. Remaja
Remaja adalah suatu masa ketika individu
berkembang dari saat pertama kali Ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat Ia mencapai kematangan seksual; individu mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa;
terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980:9)
A. 1. Peranan Guru PAK
A. 1. 1 Pengertian Peranan
Peranan artinya sesuatu yang menjadi
bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama, dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa
(KUBBI, 2006:870).
Peranan adalah melaksanakan panggilan
dan tugas yang memiliki misi untuk diemban, dan dalam rangka melaksanakan suatu
tugas (Ayub Ranoh, 2006:173-174)
Dari pengertian diatas dapat dirangkumkan bahwa peranan
adalah suatu bagian yang memegang pimpinan dalam suatu perkumpulan atau
peristiwa. Dalam hal peranan, seseorang dapat mempengaruhi dan mengarahkan
orang lain kepada suatu tujuan berdasarkan misi yang diemban.
A.1.2.
Pengertian Guru PAK
Guru adalah orang yang melakukan
pekerjaan dan menerima tugas dan tanggungjawab tertentu sebagai pemimpin dalam
hubungannya dalam pengajaran yang dipilih dan dilatih untuk tugas yang indah
(Homrighausen 2011: 164). Guru di dalam situasi yang
tidak resmi ialah orang yang di dalam dirinya sendiri memiliki atau mewujudkan
pengetahuan tertentu, baik keterampilan atau keyakinan dan yang biasanya
memberikan penilaian bahwa adalah merupakan suatu tindakan terpuji bila
pengetahuan itu disebarkan juga kepada orang lain (Norman M. Goble 1983: 45).
Pengertian ini disimpulkan
bahwa di dalam proses pembelajaran guru merupakan sarana antara yang hendak
disalurkan dan objek penerima informasi
yang akan menerima ilmu pengetahuan. Dalam hal ini guru harus dilatih dan
memiliki syarat yang baik seperti: rendah hati, memiliki pengalaman rohani,
hasrat sejati, pengetahuan tentang informasi Alkitabiah, dan iman yang
bertumbuh dalam kesetiaan yang sungguh kepada tempat pelayanannya.
Tugas guru tidak hanya sebagai
penyampai informasi kepada peserta didik, tetapi perlu dipilih dan dilatih
menjadi guru yang mampu menjadi fasilitator yang mempermudah kegiatan
pembelajaran. Seperti contoh suasana belajar yang menyenangkan, gembira, penuh
semangat, dan menumbuhkan keberanian mengemukakan pendapat. Agar mampu berhasil
dengan baik maka perlu memahami anak didiknya. Sehingga
menjadi guru dianjurkan mempunyai empat syarat (Homrighausen 2011: 166) yaitu:
1.
Pengetahuan
yang hidup mengenai pokok yang diajarkan itu,
2.
Kecakapan
untuk menimbulkan minat, bahkan menggembirakan hati orang lain dengan pokok
itu,
3.
Kerelaan
untuk dilupakan sendiri, asal hasil pengajarannya tetap tertanam saja dalam
hidup orang didikannya, dan
4.
Semangat
pengorbanan diri, sebagai butiran benih yang rela mati, supaya dapat melahirkan
hidup baru berlipat-lipat ganda.
Pendidikan merupakan proses yang
diupayakan melalui pembelajaran. Pembelajaran sebagai usaha pihak lain yang
dapat menghidupkan, merangsang, mengarahkan, dan mempercepat proses perubahan. Sehingga pendidikan
perlu dikembangkan dan dianggap penting, terutama dalam pendidikan agama
Kristen. Agar para murid mampu berubah kearah yang lebih baik. Artinya
pendidikan membutuhkan keaktifan seorang guru PAK untuk tetap mengajarkan yang
sesuai tuntutan jaman yang semakin canggih.
Pendidikan Agama Kristen merupakan aliran yang
mengutamakan aspek pengajaran untuk membangun kepercayaan Kristen dalam diri para
murid dengan jalan penyampaian pengetahuan. Pengajaran
agama itu harus berpusat pada pembentangan isi Kitab Suci. Segala pokok yang
diuraikan perlu diterangkan dengan berdasarkan kesaksian Alkitab. Dan
pengajaran pada tingkat-tingkat atasan harus membahas pokok-pokok kepercayaan
dan kesusilaan Kristen. Maksudnya pengajaran agama itu harus selalu dihubungkan
dengan pengajaran umum yang diberikan di sekolah-sekolah, agar murid-murid
mengerti bahwa agama tidak terbatas pada lapangannya sendiri saja, melainkan
sebenarnya meliputi seluruh kehidupan manusia. Seperti sikap Takut akan Tuhan
(Amsal 1:7) menjadi dasar dan permulaan segala ilmu pengetahuan manusia (Homrighausen 2011: 23 dan 156).
Dengan demikian Pendidikan Agama
Kristen mengupayakan Firman Tuhan dalam Alkitab yang diturunkan pada generasi
berikutnya. Yang terpenting bagi anak-anak kita ialah supaya mereka mengetahui
pokok-pokok kepercayaan agama Kristen itu. Mereka harus mengenal seluruh isi
Alkitab, dan harus menjadi mahir dalam segala soal mengenai iman Kristen itu.
Tegasnya, aliran ini mau memberi pengajaran yang mendalam, dan semata-mata
berpusat pada Alkitab.
A.1. 3. Aspek Peranan guru PAK
Peranan di dalam profesi seorang guru menuntut agar Ia
mulai beranjak dari pembahasan mengenai landasan pengalaman umum dan pemahaman,
serta memiliki kemampuan untuk menjiwai orang yang belajar (Norman M. Goble 1983: 108).
Norman M. Goble
lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam peranan guru. Guru sebaiknya mengupayakan
untuk selalu ada dalam berbagai kondisi, sehingga peranannya lebih luas. Dapat
dilihat sebagai berikut:
a.
Peran guru adalah pendidik,
artinya pemberi saran yang senantiasa berusaha mengembangkan kemampuan dan
murid-murid tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi dan orang yang
mengalihkan pengetahuan; seorang guru memegang peranan penting dalam memberikan
murid-muridnya suatu pandangan dunia yang ilmiah.
b.
Peranan guru tidak sebatas
untuk memberikan pelajaran, maka ia memikul tanggungjawab yang lebih banyak, bekerjasama
dengan agen-agen pendidikan lain di dalam lingkungan masyarakat, mempersiapkan
anak-anak untuk terjun di dalam lingkungan masyarakat, melakukan kegiatan yang
produktif, dan sebagainya. Guru harus mempunyai kesempatan lebih banyak untuk
melibatkan diri di dalam kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan di luar
sekolah, memberikan bimbingan dan saran kepada murid-murid dan orang tua
mereka, maupun dalam mengurus kegiatan murid-murid pada waktu senggang.
c.
Harus diakui bahwa efektifitas
pendidikan sekolah sebagian besar tergantung dari perkembangan hubungan baru
antara guru dan muridnya, yang menjadi partner yang semakin aktif di dalam
proses pendidikan, antara guru dan orang tua murid dan orang lain di dalam
masyarakat yang bersangkutan di dalam proses pendidikan.
Sejalan dengan pendapat diatas, Homrighousen dan Enklaar (2011:164) mengatakan
bahwa seorang guru merupakan tenaga pengajar yang mau menjadi saksi-saksi
Kristus yang penuh semangat, sehingga dialah seorang pemimpin yang sangat
penting dalam hubungannya dengan PAK. Sehingga Guru PAK memiliki tanggungjawab
sebagai Gembala, sebagai Pedoman atau Pemimpin, dan sebagai
Penginjil.
A.1.3.1. Peranan sebagai gembala
Gembala adalah istilah yang dipakai oleh Alkitab bagi
pemimpin pastoral yang terlibat dalam pelayanan di tengah-tengah masyarakat.
Gembala merupakan salah satu karunia yang dianugerahkan Tuhan (Efesus 4:11).
Karunia gembala diberikan kepada orang-orang tertentu. Pengejawantaan tugas
penggembalaan sangat erat kaitanya dengan relasi spritual gembala dengan Tuhan,
pemeliharaan kesehatan mental dirinya, interaksi sosial dengan jemaat, dan
kesehatan fisik (Yosafat Bangun, 2012:3).
Guru menjadi gembala bagi
murid-muridnya. Ia bertanggungjawab atas hidup rohani mereka; Ia wajib membina
dan memajukan hidup rohani itu. Tuhan Yesus sudah menyuruh dia: “Peliharalah segala anak domba-Ku,
gembalakanlah segala domba-Ku” (Yoh 21:15-17). Sebab itu seharusnyalah seorang guru mengenal
tiap-tiap muridnya; bukan namanya saja, melainkan latar belakang dan pribadinya
pun. Ia harus mencintai mereka dan mendoakan mereka masing-masing di depan
takhta Tuhan (Homrighausen, 2011: 164).
Yosafat Bangun (2010:213) berpendapat bahwa
kepemimpinan pastoral adalah salah satu tugas yang sejak semula diberikan oleh
Tuhan kepada pemimpin Israel (Raja, Imam, dan Nabi). Para pemimpin pastoral yang melayani
ditengah-tengah bangsa Israel harus meneladani kepemimpinan pastoral dari “Ebed Yahwe”. “Ebed Yahwe” adalah figur
pemimpin yang idel bagi seluruh pemimpin pastoral sepanjang masa. Yahwe acap
kali menyatakan diri sebagai gembala Israel (Mazmur 23:1-6). Menyadari pentingnya tugas
dan tanggungjawab pemimpin pastoral bagi pertumbuhan jemaat, para pemimpin
pastoral dewasa ini harus terus-menerus mengikuti pola penggembalaan yang telah
diajarkan Alkitab. Maka gaya kepemimpinan pastoral yang baik
adalah menghambakan diri atau “servanthood
leadership”, seperti yang dilakukan Tuhan Yesus Kristus (Markus 10:45).
Aart van Beek mengatakan “Fungsi pembimbing penting
dalam kegiatan menolong dan mendampingi seseorang” untuk menemukan panggilan
hidupnya sesuai dengan panggilan Tuhan. Pemimpin pastoral dengan kasih mengarahkan
domba-domba yang dipercayakan kepada-Nya agar dapat menikmati hidup yang berkelimpahan
di dalam kasih karunia Tuhan (Yohanes10:10). Domba adalah binatang yang bodoh
yang membutuhkan gembala untuk membimbing ke jalan yang benar, ke padang rumput
hijau dan air yang tenang (Integrasi
Pemimpin Pastoral, 2012:168).
Dalam Perjanjian Lama Pemazmur mengatakan “Tuhan adalah
gembalaku” sebagai gembala, Ia bertanggungjawab membimbing segala domba ke
padang rumput yang hijau dan ke air yang tenang, dan juga memberi kesegaran
jiwa (Mazmur 23:1-6). Selanjutnya di dalam Yehezkiel 34:1-10, Tuhan memberikan
tanggungjawab kepada gembala sebagai berikut:
a.
Menguatkan yang lemah
b.
Mengobati
c.
Membalut yang terluka
d.
Membawa pulang yang tersesat
e.
Mencari yang terhilang
Dalam Perjanjian Baru
juga dilukiskan bahwa Yesus adalah Guru
yang baik (Mat 8:19; Mat 9:11,12 ; Mrk 10:17)
dan Yesus adalah gembala yang baik (Yoh 10). Berdasarkan Yohannes 10 dapat
disebutkan beberapa tugas serta kewajibannya sebagai berikut:
a.
Gembala harus mengenal
domba-dombanya.
b.
Gembala harus dikenal
domba-dombanya.
c.
Gembala harus dapat
menyebut nama semua
domba-dombanya.
d.
Gembala harus memimpin
dan membimbing mereka.
e.
Gembala harus membawa
mereka kerumput hijau.
f.
Gembala harus melindunginya
dari pencuri dan perampok.
g.
Gembala harus memberi nyawanya bagi domba-dombanya.
Pelaksanaan peranan guru dalam penggembalaan diupayakan agar mencakup
nilai-nilai sebagai berikut (Suluh
Siswa Pendidikan Agama Kristen, 2007:25):
a.
Mengasihi
b.
Memelihara
c.
Melayani
d.
Memberi makan
e.
Menyembuhkan
f.
Memulihkan
g.
Menyegarkan
h.
Mengembangkan kepercayaan
i.
Mendoakan
j.
Mendewasakan
Berdasarkan penjelasan diatas, Guru PAK harus mampu menggembalakan muridnya yang
diupayakan dalam proses pembelajaran. Untuk membina dan memajukan hidup kerohanian muridnya,
sehingga para murid mampu mengasihi, memelihara, mengembangkan kepercayaan. Dengan demikian guru dan murid saling membangun kearah yang lebih
baik.
A.1.3.2. Peranan sebagai pedoman atau pemimpin
Kepemimpinan merupakan hal yang baik dan perlu
ditanamkan pada kepribadian seorang guru. Dengan demikian guru perlu mengerti
hakekat sebagai pedoman atau pemimpin. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayub Ranoh dalam bukunya Kepemimpinan
Kharismatis (2006). Hakekat kepemimpinan atau leadership adalah suatu state of mind dan state of the spirit; suatu sikap hidup, alam pikiran, sikap
kejiwaan, yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala macam tindakan,
perbuatan, perilaku dan ucapan; mendorong dan mengantarkan yang dipimpin kearah
cita-cita luhur dalam segala bidang kehidupan bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat. Sehingga perlu ada persyaratan kepemimpinan sebagai berikut:
a.
Perwatakan
b.
Kewibawaan
c.
Kejiwaan
d.
Ilmu pengetahuan
e.
Kecakapan
f.
Keterampilan
g.
Tingkahlaku
Artinya pemimpin harus memiliki beberapa kelebihan atau overweight, yaitu bobot lebih dibandingkan
dengan yang dipimpin. Kelebihan ini meliputi kelebihan dalam hal jiwa dan
semangat, kelebihan dalam hal moral dan etika; dan juga kelebihan dalam hal
keuletan dan ketekunan jasmaniah dalam menjalankan tugas kepemimpinan.
Menurut Yosafat Bangun (2012:
130) para pemimpin dunia hanya memberi definisi kepemimpinan sebatas
pencapaian visi, misi, sukses, keuntungan, dan target. Sedangkan pemimpin
Kristen memberi definisi tentang kepemimpinan lebih kepada transformasi
kehidupan orang-orang yang dipimpin ke arah keserupaan dengan gambar Khaliknya
(bnd. Kolose 3:10).
George Barna mengatakan: ”Pemimpin
Kristen adalah seorang yang memobilisasi dan menghasilkan transformasi agar
dirinya dan komunitasnya berada dalam posisi atau kondisi yang Tuhan kehendaki”
John Stott mengatakan “A leader is
someone who commands a following. To lead is to go abead, to show the way and
to inspire other people to follow (Seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu
memberi perintah kepada pengikutnya. Memimpin mereka untuk terus maju,
menunjukkan jalan dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti dirinya)”.
Yosafat dalam buku Integrasi
Pemimpin Pastoral (2010) menjelaskan bahwa pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mampu menjadi pedoman
atau teladan. Pemimpin yang baik sama seperti orang tua yang baik (Bapa yang baik dan Ibu yang baik). Orang tua akan memberikan perhatian
yang sungguh penuh sukacita dan pengharapan menyatu dalam pertumbuhan buah
cinta kasih mereka. Mulai dari dalam kandungan sampai akhir hayat hidup mereka.
Tetapi Yosafat Bangun lebih lanjut memaparkan bahwa tipe
pemimpin yang paling baik adalah “servanthood leadership”, atau kepemimpinan yang melayani sebagai hamba atau kepemimpinan
yang menghambakan diri. Integritas pribadinya harus tampak dalam
wujud:
1.
Kejujuran ( Matius 5 :
37 )
2.
Ketulusan ( Yosua 24 : 14 )
3.
Keadilan ( Roma 5 : 1-11
)
4.
Konsisten ( Galatia 1 : 6-9 )
5.
Kemurnian ( Mazmur 12 : 7 )
6.
Rendah hati ( Kisah Para Rasul 20 : 19
)
7.
Tidak mencari
kepentingan sendiri
( Filipi
2 : 3 )
Dalam Perjanjian Lama pemimpin yang baik adalah yang mempunyai integritas yang memiliki pergaulan karib dengan Yahwe
(Mazmur1:1-2), yang takut akan Tuhan (Amsal 1:7), menyukai dan merenungkan Taurat Tuhan (Mazmur
1:2,6).
Dalam Perjanjian Baru Yesus menawarkan pola melayani dan menghargai
manusia. Sehingga dikalangan murid Yesus belaku prinsip, yang ingin menjadi
besar dan terkemuka (pemimpin) harus bersedia menjadi pelayan yang melayani
(Mrk.10:42-45). Kekuasaan bukanlah dominasi, melainkan pelayanan. Bagi Yesus,
penguasa adalah manusia biasa yang ditugaskan Allah untuk melayani manusia
dalam kasih dan demi pemberlakuan keadilan. Dan dapat dilihat dalam isi kotbah Tuhan Yesus (Matius 5:8). Yang menekankan
seorang pemimpin hendaknya memiliki hati yang sepenuhnya mengikuti perintah-perintah Tuhan.
Guru sebagai pedoman juga ditekankan sebagai pemimpin. Ia tidak
boleh menuntut muridnya masuk kedalam kepercayaan Kristen dengan paksaan,
melainkan Ia harus membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut kepada
jurusselamat dunia. Sebab itu hendaklah Ia menjadi teladan yang menarik orang
kepada Kristus; hendaklah Ia mencerminkan Roh Kristus dalam seluruh pribadinya (Homrighausen,2011:164).
Berdasarkan pendapat diatas seorang
pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dengan baik dan benar akan menjadikan “figur ideal” karena memberikan teladan
hidup yang berwibawa dan layak dihormati. Hal ini menimbulkan kekutan untuk memotivasi
dan menggerakkan anggota untuk bertumbuh dan terlibat aktif dalam pengembangan.
Sehingga Guru PAK mengupayakan seluruh kehidupannya pada tuntunan Roh Kudus, baik dalam perkataan
maupun dalam perbuatan. Sehingga anak didik akan lebih mudah tertarik pada
perubahan yang lebih baik. Hal ini menjadi tenaga pendorong bagi para guru
untuk tetap memelihara perilaku agar
mencerminkan Roh Kristus.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepada seseorang untuk mengerjakan
tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kehendak-Nya, yakni membawa umat Allah
sampai pada tujuan yang telah ditetapkan-Nya. Dengan cara memotivasi dan
mengarahkan para pengikut agar dengan sukarela dan bekerja bersama-sama, agar
mencapai hasil yang maksimal berdasarkan visi dan misi yang sudah ditetapkan.
A.1.3.3. Peranan sebagai penginjil
Penginjilan dapat dikatakan sebagai Pemberitaan Kabar
Sukacita, yang memanggil semua orang untuk percaya akan janji Allah dalam Yesus
Kristus. Agar melaluinya setiap orang menerima akan janji keselamatan tersebut.
Sehingga Yesus Kristus menjadi tokoh utama dalam pemberitaan penginjilan
tersebut.
John Mott dalam Homrighausen (2011:179) mengatakan:
“Penginjilan itu berarti memperkenalkan Yesus Kristus, sehingga Ia dikasihi,
dipercayai dan ditaati”. Artinya penginjilan itu ialah pengasihan dan
pertolongan persaudaraan kita terhadap teman-teman musafir kita pada perjalanan
yang sukar melalui hidup ini ke arah sorga Rumah Bapa.
D.T.Niles juga berpendapat, bahwa penginjilan itu
seumpama menerangkan kepada orang yang hampir mati kelaparan dan dahaga, di
mana ia dapat menemukan makanan dan minuman.
Yosafat Bangun
(2010:213) Injil Kerajaan Allah ketika menjalankan misi dan penginjilan. Semua
ini tidak lepas dari pengetahuan yang Ia miliki seperti teologi, filsafat, dan
antropologi. Paulus meneladani Sang mahaguru yaitu Mesias, Ebed yahwe yang sempurna (Yohanes 13:15; 1 Koristus 4:6,16).
Sehingga perlu kecerdasan sosial untuk
masuk dalam penerimaan masyarakat luas agar Injil lebih mudah diterima.
John B. Pasaribu dalam Midian Kh. Sirait (1999:65-68), ada beberapa komponen di dalam pekabaran Injil
yang harus dipahami oleh seorang pelayan, yakni:
1.
Memahami Injil yang
diberitakan.
Seorang
Majelis Jemaat melakukan tugasnya di dalam pekabaran Injil, maka pemahaman Alkitab
atau Injil itu sangat penting bagi dirinya. Dan harus memahami tentang
panggilan, dan tekun dan bersungguh-sungguh.
2.
Memberitakan Injil.
Memberitakan
Injil dapat dilakukan dengan berbagai metode dan beragam cara, yakni: (a)
Berupa petemuan langsung (door to door); (b) Melalui media televisi, radio,
majalah dan lain sebagainya); (c) Berkotbah
3.
Menyakinkan orang akan firman
didalam injil.
Kemampuan
pelaku atau pembawa berita saja belum sepenuhnya menjadi jaminan keberhasilan
tugas pekabaran tersebut. Namun diharapkan bahwa dengan kemampuan tersebut
Majelis telah dapat memberikan pengertian yang maksimal kepada pendengar dalam
hal hubungan langsung, yaitu hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya.
4.
Mengajak pelaku ajaran Kristus
untuk bersama-sama memuji dan memuliakan Tuhan.
Tugas
pekabaran injil adalah tugas yang dilakukan melalui serangkaian kegiatan. Dan
tugas tersebut tentunya untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Dengan demikian,
maka pendengar akan memahami dan mengerti bagaimana memuji dan memuliakan Tuhan
dan apa maknanya.
Jadi Guru PAK sebagai penginjil
adalah yang bertanggungjawab atas penyerahan diri setiap orang pelajarnya kepada Yesus
Kristus. Belum cukup jika Ia menyampaikan kepada mereka segala pengetahuan
tentang Kristus. Tujuan pengajaran itu ialah supaya mereka sungguh-sungguh
menjadi murid-murid Tuhan Yesus, yang rajin dan setia. Guru tidak boleh merasa puas
sebelum anak didiknya menjadi orang Kristen yang sejati (Homrighausen,2011:164). Dengan demikian Guru
PAK sendiri juga perlu diselenggarakan dengan semangat penginjilan, supaya
pengajaran itu dapat melayani maksud yang terakhir dari segala usaha gereja,
ialah untuk membawa segala manusia kepada pembaktian segenap jiwa-raganya
kepada Tuhan.
Kesimpulannya bahwa tugas guru dalam
pendidikan agama sangat penting dan
tanggungjawabnya berat. Guru itu dipanggil untuk mampu membagikan harta abadi
dan tangannya memegang kebenaran ilahi. Dalam pekerjaan dan tugasnya Ia
menghadapi jiwa manusia yang besar nilainya dihadapan Allah. Dengan demikian
jangan menganggap tugas guru itu rendah dan mudah. Pada hakekatnya pekerjaan
itu tak kurang pentingnya daripada tugas pendeta. Guru itu juga menjadi seorang
pelayan dalam Tubuh Kristus yang harus dijunjung tinggi.
A.2. Pemahaman Seksualitas Yang Sehat
A.2.1.
Pengertian Pemahaman
Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau
memahamkan (Poerawandarminta, 1993:739).
Berdasarkan taksonomi Bloom (Davies,1986; Jarolimek and
Foster, 1981) yang dapat dimaksud dengan pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
memahami isi pelajaran tanpa perlu menghubungkannya dengan pelajaran lain.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman
adalah suatu jalan untuk mengetahui apakah seseorang itu mengerti dan memahami sesuatu
masalah yang muncul dan yang sedang dihadapi tanpa harus menghubungkan dengan
pelajaran lain. Sehingga pemikirannya bersifat terarah pada kecenderungan yang
sehat.
A.2.2.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pemahaman Seksualitas Yang Sehat
Untuk mendapatkan hasil yang baik
terutama dalam pemahaman seksualitas yang sehat. Tentu tidak mudah, tetapi perlu adanya upaya dan
keterbukaan dengan pengetahuan yang cukup agar menjadi lebih mudah dan praktis.
Untuk itu ada beberapa faktor yang perlu di fahami oleh anak remaja:
A.2.2.1 Mencari
contoh kehidupan seksualitas yang
sehat (Carolyn Holderread Heggen, 2008:215)
Secara tradisional, bahwa
laki-laki diajarkan menjadi laki-laki bukan berarti menjadi pengasuh utama.
Peran sebagai pengasuh utama lebih banyak dilakukan oleh Ibu. Dengan demikian,
identitas laki-laki menjadi identitas yang negatif. Pada saat laki-laki
mengharapkan perempuan berperan lebih banyak secara emosional dalam hubungan,
maka laki-laki harus diberi kesempatan dan dorongan untuk mengembangkan
keterampilan ini bagi diri mereka sendiri.
Yesus adalah model bagi cara
menjadi laki-laki dan perempuan lintas-budaya. Dalam dirinya, sehingga remaja
Kristen dapat menemukan model hidup maskulin berkelimpahan yang terungkap
dengan cara yang lembut, sabar, dan mengayomi.
A.2.2.2 Hal yang harus
dimiliki untuk penanggulangan penyimpangan Seksualitas
Menurut Rogers ada lima sikap yang harus dipenuhi untuk
membantu remaja dalam penanganan terhadap perilaku penyimpangan seksualitas (Adams
& Gullotta, 1983:56-57) :
1.
Kepercayaan
Remaja harus percaya kepada orang yang mau
membantunya (orang tua, guru, psikolog, ulama atau pemuka agama). Ia harus
yakin bahwa penolong ini tidak akan membohonginya dan bahwa kata-kata penolong
ini memang benar adanya.
2.
Kemurnian Hati
Remaja harus merasa bahwa penolong itu
sungguh-sungguh mau membantu tanpa syarat.
3.
Kemampuan mengerti dan
menghayati (emphaty) perasaan.
4.
Kejujuran.
5.
Mengutamakan persepsi remaja sendiri.
A.2.2.3. Membina sikap kemurnian Kristiani (Yuprieli
Hulu,dkk, 2007:142)
Menjaga kekudusan dan kemurnian adalah suatu kekuatan
yang membuat kita mampu memanfaatkan nafsu seksual sebagai tenaga untuk
membangun diri sehingga ini mendukung kita menjadi seorang laki-laki atau
perempuan yang makin dewasa. Bergaul dengan lawan jenis tanpa terlibat dalam
cinta dan seks adalah ciri dari orang yang dewasa. Seks dan seksualitas
bukanlah hal yang harus ditakuti karena memang itu ada dalam diri kita, untuk
kita kelola bagi kemuliaan Tuhan. Tidak bisa kita katakan bahwa seks itu tidak
baik, lalu menggeser seksualitas sebagai hal yang tidak penting. Sebaliknya,
secara sadar kita harus memberikan tempat yang wajar. Untuk membina sikap
kemurnian kristiani, remaja perlu menyadari beberapa hal:
1.
Mengetahui
dengan jelas fakta tentang seksualitas
2.
Menerima
seksualitas kita sendiri sebagai pemberian Allah yang sangat baik
3.
Menghormati
seksualitas sebagai suatu kemampuan untuk mengungkapkan cinta dan hati secara
jujur dan baik.
4.
Membina
kebajikan kemurnian sebagai usaha yang terus-menerus sepanjang hidup, yang
menuntut sikap terbuka dan kesabaran.
5.
Meminta
dan menggunakan rahmat Allah untuk menyehatkan kembali luka-luka akibat
tindakan dan kebiasaan kita yang salah.
6.
Mengintegrasikan
seksualitas ke dalam proses pendewasaan pribadi, yang setiap saat menuntut
pengorbanan dan disiplin diri yang kuat.
A.2.2.4 Pengetahuan Teologi
Seksualitas
Teologi tentang seksualitas yang tepat dan bermanfaat
harus mengacu pada tiga hal (Carolyn Holderread Heggen, 2008:218) yaitu:
1.
Pemahaman Alkitab tentang Tubuh
Pemahaman teologis-alkitabiah mengenai tubuh menegaskan tentang
kebaikan tubuh kita sebagai bagian istimewa dari ciptaan Tuhan. Tubuh dianggap
sebagai bait suci bagi Roh Kudus dan tempat dimana Firman Ilahi telah menjadi
daging. Pemahaman ini mengajak perempuan dan laki-laki untuk menyatakan betapa
diberkati dirinya sebagai yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah.
Pemahaman teologis-alkitabiah akan merayakan keberagaman bentuk dan ukuran
tubuh. Ini akan menghancurkan standar kecantikan yang melemahkan, membatasi,
dan tidak manusiawi. Inkarnasi ilahi Yesus merupakan ungkapan dari betapa
pentingnya tubuh manusia laki-laki dan perempuan bergembira dan bersukacita
dengan tubuh mereka. Teologi kita seharusnya merangkul seksualitas sebagai
bagian dari ciptaan yang indah dan mencerminkan gambar Allah yang ada di antara
kita (Kej1:27).
2.
Maksud Tuhan atas Seksualitas
Tujuan utama pernikahan dan seksualitas dalam Perjanjian Lama adalah
untuk mempunyai anak. Konsep Alkitabiah diungkapkan dalam Kitab Kejadian 2:24,
yaitu pasangan akan menjadi “satu daging” dan lebih dari sekedar hubungan seks.
Anak-anak memiliki gen dari kedua orang tuanya, dengan cara yang menakjubkan
dari kedua orang tua menjadi satu daging. Selain fungsi menghasilkan keturunan,
gagasan alkitabiah terhadap seksualitas adalah sebagai sarana untuk
mengungkapkan sukacita atas cinta. Bagaimanapun, kitab Kidung Agung lebih tepat
dipandang sebagai sebuah grafik yang menggambarkan cinta romantis dan
seksualitas tubuh yang terpadu dalam ekspresi seksual. Sesungguhnya keintiman
seksualitas dapat menjadi sarana pengungkapan cinta yang penuh kebahagiaan.
3.
Penyimpangan Akibat kejatuhan
ke dalam dosa
Teologi seksualitas ditujukan kepada penyimpangan dalam hubungan
antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh kejatuhan manusia ke dalam
dosa. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mengatakan bahwa semua
manusia diciptakan sesuai gambar Allah dan dikaruniai kuasa atas ciptaan yang
lain. Salah satu akibat kejatuhan adalah kaum laki-laki cenderung
menyalahgunakan kekuasaan untuk mendominasi kaum perempuan. Hubungan
timbal-balik yang baik dan saling-ketergantungan antara laki-laki dan perempuan
yang ada sebelum kejatuhan kedalam dosa kini telah terdistorsi.
A.2.3. Pemahaman Seksualitas Yang Sehat
Kata “seks” berasal dari bahasa Latin: “sexus” artinya
jenis kelamin. Kata ini tidak hanya digunakan pada satu jenis kelamin saja,
melainkan menunjukkan kepada kedua jenis kelamin (Laki-laki dan Perempuan). Seks
adalah jenis kelamin manusia primer dengan berbagai bentuk dan sifat-sifat yang
variabel. Sedangkan istilah seksualitas tidak hanya berarti ciri kelaki-lakian
atau keperempuanan individu secara menyeluruh, tetapi juga mencakup totalitas
organisme sesuil. Dengan demikian seksualitas erat sekali hubungannya dengan
unsur-unsur kejiwaan, perasaan, pola pikir setiap individu perempuan atau
laki-laki.
Jadi hakikat seksualitas harus dipahami sebagai
totalitas organisme seks yang terdapat pada perempuan dan laki-laki. Hal ini
mencakup bentuk alat vital, bentuk dan gaya tubuh, suara, cara berpikir, bakat,
perasaan, kejiwaan dan kecerdasan intelegtual, kecerdasan emosional serta
kecerdasan spritual setiap individu (Pokok-pokok Pengajaran Agama Kristen,
2003:121).
Mengucap syukurlah atas anugrah Tuhan yang berupa
seksualitas ini (Ef 5:4). Anggapan bahwa orang-orang Kristen harus tidak
membicarakan seks sama sekali tidak benar. Penulis-penulis Perjanjian lama dan
Perjanjian Baru dengan jujur membicarakan hubungan-hubungan seks pada manusia,
bahkan dengan cukup terperinci, tetapi dengan wibawa dan dalam bahasa yang
tidak mengandung sikap merendahkan atau menentang (Ams 5:1-23, Kid 1:1-8:14, 1
Kor 7:1-5).
Menurut Carolyn Holderread Heggen (2008:224), Pemahaman
Seksualitas Yang Sehat adalah memiliki pemahaman yang benar tentang tubuh dan
seksualitas secara teologis-alkitabiah yang
memberi dasar yang kuat bagi jemaat secara khusus kaum muda Kristen,
sehingga menolong mereka untuk membangun perilaku dan tindakan seksual yang
sehat. Sehingga anak-anak remaja merasa nyaman dengan tubuh mereka dan menunjukkan
sikap dan perilaku seksual yang sehat secara utuh dan menyeluruh, energi baru akan membentuk
karakter ibadah dan kehidupan bersama. Dengan kata lain ada beberapa langkah
yang dapat diambil jemaat atau remaja Kristen untuk membangun perilaku seksual
yang sehat diantara mereka, maka
perlu bertumbuh dalam tiga hal, yaitu:
A.2.3.1. Seksualitas
merupakan hal penting dalam kehidupan bersama
Sebagai seorang Kristen kita sering dibingungkan tentang
bagaimana menghargai dan memahami tubuh kita dengan dorongan seksual yang kuat.
Kita sering merasa bingung tentang apa artinya sebagai makhluk seksual yang
dipanggil bersama dalam hubungan spritual dalam kehidupan remaja.
Ketika meyakini bahwa bagaimana cara hidup remaja
Kristen sebagai makhluk seksual sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan, maka
setiap pribadi ditolong untuk menyatakan seksualitas mereka sebagai bagian
penting dan mendasar bagi diri mereka
sebagai manusia. Dengan demikian, perilaku dan tindakan seksual dimungkinkan
berada dalam tanggungjawab dan aturan Roh Kudus serta orang percaya lainnya.
Orang percaya yang dimaksud ialah orang tua, guru, dan
pendeta. Sehingga mereka dengan baik dapat membimbing anak-anak (siswa-siswi),
agar dapat terhindar dari anggapan-anggapan yang salah tentang seksualitas dan
hubungan seksuil. Sejalan dengan penjelasan tersebut J.L.Ch Abineno (1980: 22) mengungkapkan bahwa
hasil dari membimbing yang baik adalah seksualitas mereka dapat berkembang
dengan sehat.
Paulus dalam Efesus 6:7-8 juga menjelaskan bahwa seorang
yang disebut orang percaya sebaiknya menjalankan pelayanan seperti orang-orang
yang melayani Tuhan. Sehingga pelayanan yang baik mendapatkan upah yang baik
pula dari Tuhan. Dengan demikian remaja Kristen harus memandang seksulitas
merupakan hal penting dalam kehidupan bersama, yang mendorong mereka untuk
bersikap terbuka dan patuh pada bimbingan orang percaya. Sebab orang percaya
berada dalam tanggungjawab yang Alkitabiah atau kebaikan dalam aturan Tuhan
(bndk Ef 6:1).
A.2.3.2. Budaya seksualitas mencerminkan nilai-nilai kerajaan
Allah
Fungsi seksualitas manusia lebih tinggi dan lebih suci.
Itu erat hubungannya dengan hakekat manusia, yang mampu memikul tanggungjawab
dan tahu bahwa ia takluk kepada norma-norma itu (J.L.Ch Abineno, 1980: 10).
Alkitab dengan jelas memberikan dorongan kepada kita
agar mengikuti cara hidup dengan pengendalian seksuil yang ketat (Herbert J. Miles, 2001: 206). Penjelasan berikut
dapat menjadi cerminan nilai-nilai kerajaan Allah:
a.
Dalam Amsal 5:1-8: Pemuda yang
belum menikah diperintahkan dengan keras agar tidak menyatakan dorongan seksuil
mereka melalui hubungan seks yang bebas dengan wanita “bebas” (jalang).
b.
Dalam 1 Timotius 5:22: Paulus
memberikan dorongan kepada Timotius agar “Jauhilah nafsu orang muda, kerjakanlah
keadilan, kesetiaan, kasih dan damai, bersama-sama dengan mereka yang berseru
kepada Tuhan dengan hati yang murni”.
Sejalan dengan pemahaman “suka sama suka” yang melahirkan banyak kebebasan untuk melakukan
seksualitas yang tidak sehat (Joshua Harris, 2010: 174). Paulus menyatakan bahwa kebebasan Kristen tidak berarti sama
dengan “SIM” untuk melakukan hubungan seks secara bebas, untuk itu remaja
Kristen dapat melihat nilai-nilai kerajaan Allah yang tertulis pada 1 Korintus
6:
Ø “Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulah, melainkan untuk Tuhan dan
Tuhan untuk tubuh (ay.13)”.
Ø “Jauh dirimu dari percabulan karena orang yang melakukan itu berdosa
terhadap dirinya sendiri (ay.18)”.
Ø “Atau tidak taukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang
diam didalam kamu, Roh kudus yang kamu peroleh dari Allah (ay.19)”
Ø “Karena itu muliakanlah Allah dalam tubuhmu (ay.20)
Remaja Kristen harus lebih menghargai dan menikmati
pemberian Tuhan berupa seksualitas, Budaya kita mungkin memandang ungkapan
seksual sebagai tindakan biologis dan fisik semata. Namun sebagai remaja
Kristen harus berupaya untuk mengintegrasikan seks ke dalam kehidupan manusia
secara utuh, sehingga harus melihat dalam konteks pertimbangan spritual dan
moral.
Carolyn Holderread Heggen (2008: 15) berpendapat bahwa untuk memahami
hidup dengan utuh sebagai manusia yang memiliki sisi spritual dan seksual
bukanlah dilema baru. Perjanjian Lama sejak awal telah menegaskan bahwa
seksualitas merupakan pemberian Tuhan yang baik dan berharga. Dalam kitab
Kejadian, kata-kata manusia pertama merupakan puisi cinta yang erotis, “Inilah
dia, tulangku dan daging dari dagingku” (Kejadian 2:23). Dalam kisah
selanjutnya, Perjanjian Lama memperlihatkan bahwa seksualitas manusia merupakan
sesuatu yang indah dan merupakan sisi alamiah yang tidak terpisahkan dari
kehidupan. Sebagian besar pendapat menyatakan bahwa tujuan utama pernikahan dan
seksualitas adalah untuk mendapatkan keturunan. Namun, seksualitas juga
digambarkan sebagai sarana bagi gairah romantis. Kidung Agung merupakan
gambaran puisi erotis yang jelas mengagumi kecantikan fisik dan mengungkapkan
hasrat cinta seksual.
Dengan demikian remaja Kristen yang baik, akan memiliki
pemahaman seksualitas yang sehat bersumber dari budaya yang mencerminkan
nilai-nilai kerajaan Allah. Hal ini terlihat melalui pemanfaatan tubuhnya dengan tidak terikat dengan pemahaman
yang penuh dengan hal-hal duniawi.
A.2.3.3. Teladan menjadi
perempuan dan laki-laki
Menjadi teladan adalah hal yang baik sekali, jika remaja Kristen mampu memulai menjadi
pribadi yang tampil berdasarkan identitasnya sebagai laki-laki atau seorang
perempuan, yang diciptakan segambar dengan Allah. Dalam Kejadian 1:26a,27
tertulis demikian: ”Baiklah kita
menjadikan manusia itu menurut gambar dan rupa kita. Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”.
Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya
(Pokok-Pokok Pengajaran Agama Kristen,2003:119) adalah memiliki maksud sebagai
berikut:
1.
Ini dimaksudkan agar manusia
dapat bergaul dengan Allah dan sekaligus menjadi mitra kerja Allah. Sehingga
Allah dan manusia hidup dalam kebersamaan yang diikat suatu perjanjian
kasih-setia yang kekal.
2.
Agar manusia bergaul dengan
sesama manusia maka diciptakannyalah manusia dengan eksistensi yang berbeda.
Perbedaan eksitensi inilah yang membedakan jenis kelamin manusia, yaitu
laki-laki dan perempuan. Allah menciptakan manusia dengan berbeda eksitensi
agar manusia menjadi makhluk yang dwi-tunggal yang hidup di dalam kebersamaan
sebagai mitra kerja. Maka perempuan adalah penolong dan yang sepadan dengan
laki-laki. Artinya secara eksistensi manusia perempuan tidak sama dengan
manusia laki-laki. Namun perempuan diciptakan Allah sedemikian rupa, sehingga
keduanya merupakan suatu pasangan yang lengkap.
Dengan demikian Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan agar keduanya hidup bersama-sama didalam persekutuan
dengan Allah. Allah membedakan kedua
manusia tersebut melalui perbedaan jenis kelamin agar keduanya saling
melengkapi, saling melayani, dan saling membantu satu sama lain. Jadi hakikat
perbedaan jenis kelamin adalah suatu upaya Allah untuk mempersatukan perempuan
dan laki-laki dalam pernikahan kudus.
Menurut Carolyn Holderread Heggen (2008: 229), langkah terpenting yang
dapat diambil oleh remaja Kristen untuk membangun perilaku seks yang sehat
adalah meniru teladan Kristus sendiri, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Dalam budaya yang mendidik bahwa maskulinitas berarti kuat, agresif, dominan
dan memegang kendali, remaja Kristen harus kreatif dan dengan sadar mengkomunikasikan
dan memberikan teladan atas cara yang berbeda menjadi laki-laki. Oleh karena
itu remaja laki-laki belajar menjadi maskulin, berarti menjadi seseorang yang
bukan seperti ibu mereka atau tidak menjadi banci dan berbagai sifat yang
dihubungkan dengan keibuan-pengasuhan, kelembutan, kesabaran, dan lebih
mementingkan perasaan. Ketika sifat-sifat ini memudar, laki-laki akan lebih
banyak menyiksa anak-anak daripada melindungi dan mengasuh mereka.
Kepada remaja perempuan bahwa mereka harus patuh, pasif,
jinak, dan tergantung. Sikap dan perilaku ini membuat perempuan kurang bisa
melindungi diri mereka dari kekerasan. Perempuan yang sunguh-sungguh percaya
bahwa dia, seperti juga laki-laki, adalah ciptaan yang segambar dan serupa
dengan Allah, akan lebih mampu melindungi diri dari kekerasan dan penyiksaan. Menurut
Elisabeth Elliot dalam Joshua Hariis (2010:137) perempuan bijak adalah perempuan
yang mengerti bahwa laki-laki diciptakan untuk menjadi inisiator atau yang
mengerti dan menerima dengan sukacita perbedaan antara maskulin dan feminim.
Joshua Harris
(2010:135-137) memberikan arahan kepada perempuan untuk membina kecantikan yang
Alkitabiah dan kecantikan batiniah dalam hidupmu. Jika ingin pria sejati
menghormati dan mengasihi dirinya sebagi wanita, jangan ikut-ikutan obsesi
dunia ini yang mementingkan kecantikan luar dan daya tarik seks. Ini sikap yang
timbul dari motif hatimu dan tercermin dari caramu berpakaian dan berkelakuan
di hadapan kaum Adam. Jadi berpakaianlah yang menarik, dan bukan menarik perhatian.
Dalam Alkitab, Petrus memberi tahu wanita Kristen bahwa
kecantikan mereka seharusnya terletak di dalam batin mereka, “perhiasan yang
tidak dapat binasa yang ada di dalam roh yang lemah lembut, yang sangat
berharga di mata Allah” (1Petrus 3:4). Anugerah dapat membuat kamu menjadi
cantik dan menarik bagi pria saleh. Biarlah kecantikan batin dan kesalehan
menjadi prioritasmu.
Sehingga para anggota tubuh Kristus harus berupaya
secara kreatif dalam mempelajari berbagai cara berhubungan satu dengan yang
lain yang berdasarkan pengakuan atas perbedaan, tanggungjawab timbal-balik,
kelemah-lembutan, dan kekuatan yang memberdayakan, bukan saja bagi kaum
laki-laki, melainkan juga bagi kaum perempuan dan anak-anak.
Dengan demikian, baik laki-laki maupun perempuan harus
mengupayakan hubungan yang mencerminkan ketergantungan yang saling
menguntungkan, setara, dan saling
melengkapi. Seperti tergambar dalam penciptaan di Kitab Kejadian sebagaimana
kehendak Allah bagi hubungan antara-manusia.
B.
KERANGKA
KONSEPTUAL
Kerangka konseptual adalah pernyataan singkat ada
tidaknya hubungan antara X dan Y. Sedangkan tujuan dari kerangka konseptual
adalah kristalisasi atau rancang bangun (desain) penelitian dari teori-teori
yang dikumpulkan terlebih dahulu dalam rangka teoritis.
Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran
apakah peranan guru PAK sebagai variabel (X) akan membuktikan pangaruh yang
positif dan signifikan terhadap pemahaman seksualitas
yang sehat sebagai variabel terikat
(Y). Maka kerangka konseptual ini akan membahas:
a.
Sebagai gembala
Guru PAK diupayakan untuk membina dan memajukan
hidup kerohanian muridnya, sehingga para murid mampu mengasihi, memelihara,
mengembangkan kepercayaan agar pemahaman seksualitas mampu mereka bangun dalam bentuk persekutuan yang
Alkitabiah. Dengan demikian, secara teoritis berpengaruh pada pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja.
b.
Sebagai pedoman atau pemimpin
Guru PAK
diupayakan menjadi tokoh yang di teladani. Dengan demikian setiap siswa tidak
merasa dipaksa, melainkan harus membimbing secara halus dan lemah lembut. Dalam
hal ini Siswa/I membangun pemahaman seksualitas
bersumber dari contoh yang ditampilkan seorang guru PAK. Dengan demikian,
secara teoritis berpengaruh pada pemahaman seksualitas
yang sehat dalam kehidupan remaja.
c.
Sebagai penginjil
Guru PAK memiliki tanggungjawab atas penyerahan
diri setiap murid yang diajarnya kepada Yesus, supaya setiap murid semakin
rajin dan setia dalam membangun pemahaman seksualitas hingga
mencapai jenjang yang lebih serius dan kudus. Sehingga tiap-tiap siswa menjadi remaja
Kristen yang sejati. Dengan demikian,
secara teoritis berpengaruh pada pemahaman seksualitas
yang sehat dalam kehidupan remaja.
C.Model
Teoritis
Untuk lebih mengetahui gambaran secara
sistematis dalam rangka analisa peranan guru PAK untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat dalam kehidupan remaja, dapat digambarkan sebagai
berikut:
Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)
Peranan guru PAK
1.Guru sebagai Gembala
2.Guru sebagai Pedoman atau Pemimpin
3.Guru sebagai Penginjil
|
Pemahaman Seksualitas Yang Sehat
1.
Seksualitas merupakan hal
yang penting dalam kehidupan bersama
2. Budaya seksual mencerminkan nilai- nilai kerajaan Allah
3. Teladan menjadi perempuan dan laki-laki
|
D.
KERANGKA HIPOTESA
Kerangka hipotesa adalah kesimpulan
yang bersifat sementara yang akan diuji kebenarannya melalui penelitian
dilapangan, melalui pengumpulan data, dan analisis data, yang diperoleh dari
responden.
Berdasarkan kerangka teoritis dan
kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, maka sebagai hipotesa umum
adalah: bahwa peranan guru PAK berpengaruh positif dan signifikan untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat di SMK 1 YP HKBP Pematangsiantar.
Dengan hipotesa kerja sebagai berikut :
1.
Guru PAK sebagai gembala berpengaruh positif dan signifikan
untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat
2.
Guru PAK sebagai pedoman berpengaruh positif dan signifikan untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat
3.
Guru PAK sebagai penginjil berpengaruh positif dan signifikan untuk mengembangkan pemahaman seksualitas yang sehat
Bisa minta daftar referensinya pak?
BalasHapus